Program stimulasi Bidang Kognitif AUD
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar
Belakang
Perkembangan kognitif pada anak sudah
dimulai sejak bayi masih dalam kandungan. Para ahli perkembangan anak sepakat
bahwa anak bukan seorang dewasa kecil karena hingga mencapai usia 15 tahun,
anak tidak dapat membuat alasan atas tindakanya seperti orang dewasa. Informasi
ini didasarkan pada karya Jean Piaget, seorang ahli perkembangan biologi yang
mendedikasikan hidupnya untuk mengamati dan mencatat secara dekat kemampuan
intelektual bayi, anak dan adolesen. Kita tidak bisa mengharapkan anak berfikir
seperti orang dewasa. Oleh karena itu pendidik perlu memahami perkembangan
kognitif pada anak.
Berdasarkan
hasil penelitian Bloom dkk (dalam Maryatun, disampaikan pada seminar “AUD”)
menjelaskan bahwa pada usia 4 tahun, anak sudah mencapai kecerdasan hingga 50%,
dan 80% pada usia 8 tahun. Hasil penelitian ini memberikan data yang
menerangkan bahwa anak pada usia dini menjadi moment penting dan sangat vital
untuk mempotensikan kecerdasanya.
Kemampuan kognitif pada anak perlu
dikembangkan dan distimulasi melalui berbagai program yang tepat, agar anak
dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkatan usianya. Beberapa metode
klinis yang digunakan dalam rangka meningkatkan kognitif anak bertujuan agar di
kemudian hari anak mampu memecahkan suatu masalah melalui proses pengalamanya.
Namun pada kenyataanya banyak dari
oragtua yang tidak tahu bagaimana cara menstimulasi anak yang baik, sehingga
orangtua cenderung bersifat mengekang dan membuata anka menjadi lebih pasif.
Oleh karena itu juga Piaget menyarankan agar pendidik menghindari ceramah atau
membuat anak pasif.
B.Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang maka rumusan masalah yang dapat penulis ambi yaitu:
1. Apa
saja karakteristik anak usia dini?
2. Bagaimana
cara menstimulasi kognitif anak usia dini yang tepat?
C.Tujuan
Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah yang diambil maka tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui:
1. Apa
saja karakteristik anak usia dini
2. Bagaimana
cara menstimulasi kognitif anak usia dini yang tepat
BAB II
PEMBAHASAN
1.Mengenal Karakteristik Anak Usia Dini
Pengalaman
anak usia dini akan berpengaruh kuat terhadap kehidupan selanjutnya. Pengalaman
tersebut akan bertahan lama,bahkan tidak akan terhapuskan, kalaupun bisa hanya tertutupi.
Bila suatu saat ada stimulasi yang memancing pengalaman hidup yang pernah
dialami maka efek tersebut akan muncul dalam waktu yang berbeda.[1] Oleh
sebab itu memahami berbagai karakteristik anak usia dini perlu dilakukan
sehingga nantinya stimulasi yang diberikan tepat.
Menurut
National Assosiation Education for Young Children (NAEYC), Anak Usia Dini
adalah sekelompok individu yang berada pada rentang usia antara 0 –8 tahun. Anak
usia dini adalah individu yang unik di mana ia memiliki pola pertumbuhan dan
perkembangan dalam aspek fisik, kognitif, sosio-emosional, kreativitas, bahasa
dan komunikasi yang khusus sesuai dengan tahapan yang sedang dilalui oleh anak
tersebut. Menurut Richard D. Kellough (1996) terdapat beberapa karakter anak
usia dini, yaitu:
a. Egosentris, kecenderung melihat dan memahami
sesuatu dari sudut pandang dan kepentingannya sendiri.
b. Memiliki Curriosity yang tinggi yang mengira
dunia ini penuh dengan hal-hal yang menarik dan menakjubkan. Bagi anak, apapun
yang dijumpai adalah istimewa dalam persepsinya.
c. Makhluk social, Anak membangun konsep diri
melalui interaksi sosial di sekolah. Karena sekolah adalah tempat terlama anak
berada. Di sana ia akan membangun kepuasan melalui penghargaan diri.
d. The Unique Person, Setiap anak memiliki
bawaan, minat, kapabilitas, dan latar belakang kehidupan yang sangat berbeda
satu sama lainnya. Sehingga penanganan pada setiap anak berbeda pula caranya.
e. Kaya dengan fantasi, senang dengan hal-hal
yang bersifat imajinatif, sehingga pada umumnya mereka kaya dengan fantasi.
Anak dapat bercerita melebihi pengalaman aktualnya atau kadang bertanya tentang
hal-hal gaib sekalipun. Hal ini disebabkan imajinasi anak berkembang melebihi
apa yang dilihatnya.
f. Daya konsentrasi yang pendek, Menurut Berg
(1988) disebutkan bahwa sepuluh menit adalah waktu yang wajar bagi anak usia
sekitar 5 tahun untuk dapat duduk dan memperhatikan sesuatu secara nyaman. Daya
perhatian yang pendek membuat ia masih sangat sulit untuk duduk dan
memperhatikan sesuatu untuk jangka waktu yanglama, kecuali terhadap hal-hal
yang menyenangkan.
g. Masa usia dini merupakan masa belajar yang
paling potensial, Masa anak usia dini disebut sebagai masa ‘golden age’ atau
magic years (Petterson). Pada periode ini hamper seluruh potensi anak mengalami
masa peka untuk tumbuh dan berkembang
secara cepat dan hebat. Oleh karena itu, pada masa ini anak sangat membutuhkan
stimulasi dan rangsangan dari lingkungannya
Anak
belajar dari dirinya sendiri tetapi ia sering memerlukan pertolongan untuk
memadukan apa yang dipelajarinya sehingga tercipta konsep yang lebih kompleks
dan rumit. Untuk alasan itulah pendidik perlu mengatur kegiatan yang terpusat
pada anak dalam mengembangkan dan mengembangkan kemampuan yang berfikir
spesifik.
2.
Bentuk Program Stimulasi Kognitif Anak Usia Dini
Kognitif
pada anak usia dini harus melalui stimulasi yang cepat dan tepat karena seorang
anak yang lahir membawa lebih dari 100 miliar sel saraf yang harus disambung. Berdasarkan
hasil penelitian Bloom dkk (dalam Maryatun, disampaikan pada seminar “AUD”)
menjelaskan bahwa pada usia 4 tahun, anak sudah mencapai kecerdasan hingga 50%,
dan 80% pada usia 8 tahun. Hasil penelitian ini memberikan data yang
menerangkan bahwa anak pada usia dini menjadi moment penting dan sangat vital
untuk mempotensikan kecerdasanya.
Mengingat
begitu banyak sel saraf yang telah dibawa saat lahir, untuk menerima informasi
dan mempelajari sesuatu, maka orangtua dan pendidik harus memperhatikan dengan
cermat faktor apa yang dapat mengembangkan kemampuan anak. Ada beberapa hal
yang perlu dilakukan untuk menstimulasi kognitif anak yaitu:[2]
a. Berikan
rasa sayang, mengerti dan berikan rasa aman bagi si anak pada saat dia
membutuhkan. Seperti, saat ia menangis karena jatuh.
b. Berkomunikasilah
dengan lembut dan beri tangggapan saat ia memberi reaksi. Contoh: saat ia
tertawa atau berusaha untuk mengeluarkan suara.
c. Memahami
setiap anak mempunyai kekunikan sendiri, tidak dipakasa untuk menguasia
kepandaian, keterampilan tertentu
d. Ajaklah
bermain dan bernyanyi untuk mengekspresiasi bunyi dan melenturkan tubuh.
e. Orangtua
bersikap realistis terhadap kemampuan anak, jangan memaksakan hasil bila tidak
mencapai sasaran, karena akan mengakibatkan hilang percaya diri.
f. Dirumah
perlu diciptakan suasana rumah yang mneyenangkan dan kekeluargaan yang erat.
Anak
perlu ditawari berbagai kegiatan untuk bermain dan menjelajah lingkungan, lebih
banyak merespon rangsangan dalam lingkungan dengan cara yang
konstruktif/membangun, yaitu mengorganisitr informasi didalam otak. Janice J beaty telah mengorganisir sejumlah
program pengembangan kognitif pada anak usia dini yaitu sebagai berikut:[3]
1. Bentuk
Bentuk
adalah salah satu dari konsep paling awal yang harus dikuasai.Anak dapat membedakan
benda berdasarkan bentuk lebih dulu sebelum berdasarkan ciri-ciri lainya.
Dengan demikian merupakan hal yang terbaik untuk memulai program kognitif
dengan memberikan kegiatan yang memungkinkan anak membedakan berbagai benda
dengan bentuk yang berbeda-beda.
2. Warna
Meskipun
anak sering berbicara tentang warna dari suatu benda, Beaty mengatakan bahwa
anak dapat mengembangkan konsep warna setelah mengenal bentuk. Konsep warna
paling baik dikembangkan dengna cara memperkenalkan warna sstu-persatu kepada
anak dengan menawarkan beragam permainan dan kegiatan menarik yang berhubungan
dengan warna.
3. Ukuran
Karna
untuk mendapatkan lebih banyak pengalaman didalam lingkunganya, maka ia mulai
menaruh perhatian khusus kepada hubungan antar benda-benda tersebut. Ukuran
adalah salah satu yang diperhatikan anak secara khusus. Seringkali hubungan
ukuran ini diajarkandalam konteks kebalikan seperti besar dan kecil dan panjang
dengan pendek. Anak akan dapat memahami satu macam ukuran dalam satu waktu,
sehingga ia harus belajar dengan konsep besar dulu baru konsep kecil, dan
akhirnya dapat diminta untuk membandingkan untuk keduanya.
4. Pengelompokan
Ketika
anak memilih benda, orang, kejadian, atau ide ke dalam kelompok dengan dasar
beberapa karakteristik umum seperti warna, uhkan kuran,natau bentuk, kita
mengatakan anak sedang belajar mengelompokkan. Anak usia 3 tahun sudah mampu
mengelompokkan benda. Kita dapat melihat prosesnya dengan jelas ketika ia
memisahkan mainan kedalam kelompok “ binatang besar” dan “binatang kecil” .
Anak mengklasifikasi sesuatu dalam berbagai cara. Sekotak kancing misalnya,
mungkin dikelompokka kedalam bentuk ukuran, bentuk, warna.
5. Pengurutan
Pengurutan
adalah kemampuan meletakkan benda dalam urutan menurut aturan tertentu. Sebagai
contoh: mengurutkan 5 buah tongkat dari yang paling pendek ke yang paling
panjang, mengurutkan berbagai buku dari yang paling tebal ke yang paling tipis.Wilayah
kurikulum untuk anak usia dini membuat anak mampu mengorganisasikan
pengertianya tentang dunia disekelilingnya dengan mendorong perkembangan
pembangunan mental ( konsep) melalui aktivitas nyata yang membutuhkan rentangan
pengalaman indra yang luas.
Seluruh
informasi yang didapatkan melalaui bermain menjelajah ini akan diarsipkan
kedalam pola pemograman di dalam otak. Melalui kegiatanaya anak membangun
mental peniruan dari objek yang sebenarnya, membedakan benda-benda melalui
penampakan luarnya, dan memutuskan abagaimana sesuatu sesuai dengan pola atau
urutan.
Menurut
teori Piaget, kemampuan untuk mengkonsepkan ciri-ciri benda dengan menggunakan
kategori tertentu( misalnya warna, bentuk dan ukuran) berbeda dengan kemmapuan
mengkonsepkan angka. Ia mengatakan bahwa kedua kemampuan tersebut berbeda yaitu
abstraksi empiris, anak terpusat pada sat ciri benda( misalnya warna) dan
mengenyampingkan ciri-ciri lainya. Sebalinya abstraksi reflektif adalah proses
berfikir yang lebih matang yang dibangun dari dalam. Ketika kita menempatkan
dua benda berwarna biru anak dengan cepat membentuk abstraksi empiris melalui
pengamatan. Pada tahap inni scaffolding perlu dilakukan.
6. Bermain
Satu-satunya
cara yang efektif untuk memperluas dan memperkaya perkembangan kognitif anak
adalah dengan menawarkan kesempatan bermain dalam lingkungan yang tidak
menakutkan dan mengetahui pernyataan atau pertanyaan apa yang terbaik dalam
mengembangkan permainan anak.
Melalaui
observasi pendidik dapat mengenali perlu atau tidaknya interven si( ikut
campur) pendidik untuk meningkatkan kemampuan berfikir anak. Bagaimanna anak
berinteraksi dengna bahan-bahan, mennetukan apakah guru harus respon langsung
atau tidak langsung. Contohnya, jika suatu aktivitas mulai menjadi pengulangan
pada anak-anak, pendidik perlu menggunakan interaksi(hubungan) langsung, agar
kegiatan tersebut tidak membuata anak bosan.
Menurut Palinscar,Brown dan Campione(1993)Teori
vygotsky menyukai keterlibatan siswa terbimbing dimana ia menyusun kegiatan
belajar, memberikan pelajaran atau saran yang dapat membantu siswa, yang secara
hati-hati disesuaikan dengan kemampuan anak
saat itu. Guru kemudian memonitor kemauan belajar, secara bertahap berubah
lebh kepada aktivitas mental sisiwanya. Guru mungkin juga mengatur latihan
belajar berkolaborasi dimana anak didorong untuk saling membantu satu sama
lain. Tujuanya adalah agar anggota kelompok yang paling kurang mampu mendaptkan
keuntungan yaitu berupa pelajaran yang
doterima dari kelompok yang lebih mampu , dimana teman yan lebih mampu tersebut
juga diuntungkan dengna berperan sebagai guru.[4]
Bentuk
pertolongan yang demikian disebut Scaffolding berguna unutuk menolong,
mendorong dan memberikan kesempatan kepada anak,sebagia contoh: kita mengatakan
kepada anak “ide kamu membangun menara
balok dengan bangunan yang lebih luas dibawah, ternyata mampu menjaga menara
ini agar tidak rubuh ya”.
Konsep
bermain juga dapat diterapkan dalam keterampilan matematika. Di meja makan
sebagai contoh. anak dapat menghitung seberapa banyak kursi,jika kursi ada
empat satu kursi untuk satu orang. Kegiatan lain seperti memasak dan memberi
latihan seberapa banyak bumbu yang harus diberi adalah contoh bermain yang
dapat diterapkan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan:
Berdasarakan
uraian penjelasan mengenai program stimulasi bentuk kognitif anak usia dini
maka kesimpulan yang dapat diambil yaitu:
Memahami
berbagai karakteristik anak usia dini perlu dilakukan sehingga nantinya
stimulasi yang diberikan tepat, karena pengalaman anak usia dini akan
berpengaruh kuat terhadap kehidupan selanjutnya. Pengalaman tersebut akan
bertahan lama,bahkan tidak akan terhapuskan, kalaupun bisa hanya tertutupi.
Beberapa karaktersitik anak usia dini yaitu: egosentris, unik, suka berfantasi,
masa keemasan, masa untuk bermain, kosentrasi pendek.
Dengan
mengethaui karakteristik anak usia dini maka kita akan lebih mudah menstimulasi
anak dengan tidak kaget jika nantinya dalam proses anak sulit untuk fokus, dan
kemungkinan lainya. pada usia 4 tahun, anak sudah mencapai kecerdasan hingga
50%, dan 80% pada usia 8 tahun dan anak memiliki 100miliar sel saraf yang telah
ia bawa saat lahir dan harus distimulasi dengan baik. Hasil penelitian ini
memberikan data yang menerangkan bahwa anak pada usia dini menjadi moment
penting dan sangat vital untuk mempotensikan kecerdasanya.
Beberapa
program stimulasi kognitif anak usia dini yang dapat dilakukan diataranya:
memperkenalkan bentuk, warna, ukuran, pengelompokan, membe rikan scaffolding,
menyediakan waktu bermain yang lebh dan juga lingkungan yang mendukung. Dengan
berbagai program tersebut diharapkan agar nantinya anank akan terstimulasi
dengna baik, tingkat intelegesinya berjalan sesuai dengan tahapan usianya.
DAFTAR PUSTAKA
Hibana Rahman, Pendidikan Amak Usia Dini ( Yogyakarta: PGTKI Press,2002),h.30.
Departemen Pendidikan Nasional, Modul pelatihan pengelola dan
tenaga pendidik kelompok bermain( jakarta: Direktorat Pendidikan anak usia
dini, 2002) h.52.
Siti Aisyah, Pekembangan dan konsep pengembangan anak usia dini (
ja karta: Universitas terbuka,2007) h 5.34-5.36.
[1]
Hibana Rahman, Pendidikan Amak Usia Dini ( Yogyakarta: PGTKI Press,2002),h.30.
[2]Departemen
Pendidikan Nasional, Modul pelatihan pengelola dan tenaga pendidik kelompok
bermain( jakarta: Direktorat Pendidikan anak usia dini, 2002) h.52.
[3]
Siti Aisyah, Pekembangan dan konsep pengembangan anak usia dini ( jakarta:
Universitas terbuka,2007) h 5.34
[4]
Ibid., H.5.32.
Komentar
Posting Komentar